Jumat, 26 Desember 2008

Mengukur Kasih Ibu

“Seperti udara kasih yang engkau berikan, tak mampu kumembalas, ibu…”

[Iwan Fals, penggalan lirik lagu berjudul "Ibu"]

Pepatah lama mengatakan, “Kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang galah.” Nggak salah-salah amat sih. Sebab, sebagai anak kita acapkali terbatas banget energi kita untuk mencintai ortu, khususnya ibu. Buktinya, kalo kita udah gedean dikit, udah nginjek masa ABG, kita lebih banyak dekat dengan teman sebaya kita. Kadang dengan teman main kita lebih akrab ketimbang sama keluarga. Lebih sering curhat kepada teman, daripada kepada ortu. He..he.. ngaku aja deh (backsound: maksa banget ya?)

Pernah nggak kita empati dengan pengorbanan ibu? Ia dengan sabar mengasihi kita. Sejak kita berada di dalam rahimnya, sembilan bulan lamanya, dengan susah payah ia menjaga. Waktu usia kandungannya masih muda, dan di dalamnya adalah kita, ia amat hati-hati menjaga fisiknya. Nggak lain, ibu khawatir kalo janin yang sedang dikandungnya gugur. Ia mengatur pola makan dan jenis makanannya, ia senantiasa memperhatikan kesehatan fisiknya. Nggak lupa, ia rajin mendoakan kita setiap habis sholat. Mengharapkan anak yang dikandungnya sehat, berakhlak mulia, dan kelak menjadi anak yang sholeh or sholehah, plus berbakti kepada orangtuanya. Ibu, telah memberikan segala kasihnya kepada kita. Sepenuh hati dan jiwanya.

Waktu kita lahir, senyum ibu mengembang begitu lega, bahagia, sekaligus bangga punya kita. Belahan jiwanya telah hadir ke dunia ini, untuk mengisi rumah sederhananya dengan tawa dan tangisan kita, untuk menemani hidupnya dalam suka dan duka. Ibu selalu lebih besar perhatiannya kepada kita. Karena ia lebih banyak bersama kita. Karena ia paling dekat dengan kita. Gimana nggak, saat tangisan pertama kita ke dunia ini, Allah telah menyiapkan minuman untuk kita. ASI, adalah minuman pertama dan seterusnya hingga usia kita dua tahun. Makanan lain boleh menjadi pendamping asupan untuk tubuh kita. Itu pun dengan amat bijak dipilihkan oleh ibu. Nggak semua jenis makanan boleh masuk ke tubuh mungil kita.

Waktu kita bisa belajar mengucapkan kata “mama”, senyum bahagia menghiasi wajahnya yang nggak kenal lelah mengasuh dan merawat kita. Ia raih kita, dipeluknya, dan diciuminya berulang kali. Kasihnya kepada kita tak bisa dibalas dengan harta. Subhanallah, Allah sungguh telah memberikan kepada seorang ibu kekuatannya untuk menabur rasa cinta dan kasih sayang kepada anak-anaknya. Tak pernah mati cintanya. Tak pernah padam kasihnya.

Waktu kita masuk sekolah taman kanak-kanak, ia setia menunggui kita, menjaganya, dan memperhatikan pertumbuhan kita dengan penuh cinta. Ia tak pernah bosan membimbing dan mengarahkan kita ke jalan yang diridhoi Allah. Ibu selalu menemani kita sampai usia dewasa sekalipun. Bener lho. Kamu pernah nggak memperhatikan kasih nenek? Berbahagialah jika kamu masih punya nenek. Coba sedikit saja memperhatikan bagaimana cinta dan kasihnya kepada anak dan cucunya. Betapa seorang ibu memang amat besar cintanya kepada kita. Suer.

Waktu kita menginjak remaja, ibu sebetulnya tidak bawel binti cerewet. Nggak. Kitanya aja yang acapkali nggak ngerti maksud ibu. Masa remaja kita selalu diisi dengan banyak di luar rumah. Eh, pas ibu kita negor, kita malah membalasnya dengan ucapan, “cerewet amat sih ibu?”

Pernah nggak bertanya sama ibu, bagaimana rasanya saat kita, anaknya, lulus SMU? Sekadar tahu saja, seorang ibu yang melahirkan, membesarkan, dan merawat anaknya, tentu akan merasa bangga dan bahagia melihat anaknya lulus sekolah, apalagi dengan prestasi yang bagus. Ia menangis terharu, sementara kita malah menumpahkan segala kebahagiaan kita dengan pesta bersama kawan-kawan kita. Jarang banget ada anak yang kemudian mencium kening ibunya di saat kelulusan sekolahnya, dan mengucapkan, “aku bangga memilikimu, ibu…”

Waktu kita lulus kuliah, ibu pun merasa bangga, bahkan dengan cintanya ia rela membantu kita untuk mencari pekerjaan yang benar dan karir yang mapan. Ia lakukan semua, karena ingin melihat kita, anaknya, bisa mapan menikmati hidup. Hanya saja, kebanyakan dari kita malah sekolah dan kuliah aja nggak bener. Aduh, kasihan ibu. Jangan sampe cintanya kepada kita bertepuk sebelah tangan.

Kasih sayang dan cinta ibu nggak berhenti di situ. Waktu kita menikah pun, ia yang paling sibuk dan khawatir dengan rencana kita. Bahkan ia dan ayah kita rela membiayai pernikahan kita. Sungguh besar cintanya. Masihkah kita nggak juga mencintai dan menyanginya?

Sobat muda muslim, saat anak kita lahir, ibu kitalah yang malah sibuk wara-wiri dengan penuh kasih membantu mengurus anak kita. Ia begitu telaten mengajari kita bagaimana caranya merawat anak. Ia terus menyalurkan kasih sayang dan cintanya kepada kita, dan juga anak kita kelak. Subhanallah, cintanya tak pernah pupus oleh waktu. Pokoknya sinyal cintanya tak pernah redup selama hayat masih dikandung badan. Terima kasih ibu, terima kasih Ya Allah, Engkau telah menanamkan rasa cinta yang amat besar kepada seorang ibu, sehingga dengan cinta yang Engkau berikan kepadanya, ia lalu mendistribusikan cintanya kepada kami, anak-anaknya.

Belajar dari cintanya ibu

Yup, kita kudu belajar dari cara ibu kita mencintai dan mengasihi anak-anaknya. Nggak lain, supaya kita juga bisa lebih empati kepada ibu. Juga, suatu saat nanti kita bisa mengajarkan dan membina anak perempuan kita, untuk menjadi ibu yang benar dan baik untuk anak-anaknya kelak. Sebagai balasan kita kepada ibu, kita pun kudu menumbuhkan kasih sayang dan cinta yang besar kepadanya.

Kita wajib menghargai setiap tetesan darah dan keringat ibu dalam merawat dan membesarkan kita dengan cinta kita yang tulus dan dalam kepadanya. Agar, kita pun bisa menjadi orangtua yang baik untuk anak-anak kita kelak.

Diriwayatkan bahwa ada seorang seorang perem­puan miskin datang menemui Aisyah r.a. “Ia membawa dua orang anak perempuan. Aku mem­berikan tiga butir kurma kepadanya. Ia memberikan dua butir kurma kepada anaknya. Ia bermaksud untuk memakan sisanya. Tetapi kedua orang anaknya berusaha merebutnya, sehingga kurma itu pun jatuh dari tangannya. Akhirnya, perempuan itu tidak makan kurma satu butir pun. Aku terpesona dengan perilaku perempuan itu. Aku ceritakan peristiwa itu kepada Rasulullah saw. Ia bersabda; “Barangsiapa yang mendapat ujian atau menderita karena meng­urus anak-anaknya, kemudian ia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya akan menjadi peng­halang baginya dari siksa neraka.” (H.R. Bukhari, Muslim, dan Turmudzi)

Sobat muda muslim, jangan pernah sakiti hati ibu ya? Kamu tau kan Eminem? Pasti dong ya? Doi adalah pelantun musik rap yang salah satu albumnya The Eminem Show cukup sukses. Sekadar tahu aja, album ini cuma butuh waktu 36 jam untuk mencapai angka penjualan 285 ribu kopi. Tapi sayang banget, doi udah kadung jadi public enemy. Gimana nggak, doi doyan hujat sana hujat sini, termasuk ibunya sendiri kena semprot doi di salah satu lagunya. Ciloko tenan. Waduh, tuh bocah emang keterlaluan banget. Sampe-sampe sang ibu menggugatnya US 10 juta dolar. [1]

Udah saatnya kita totalitas menghormati, menghargai, dan tentunya mencintai ibu sepenuh hati kita. Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a: “Telah datang seorang lelaki kepada Rasulullah saw. lalu bertanya: ‘Siapakah manusia yang paling berhak untuk aku layani dengan sebaik mungkin?’ Rasulullah saw. bersabda: ‘Ibumu’. Beliau bertanya lagi: ‘Kemudian siapa?’ Rasulullah saw. bersabda: ‘Kemudian ibumu’. Beliau terus bertanya: ‘Kemudian siapa?’ Rasulullah saw bersabda: ‘Kemudian ibumu’. Beliau terus bertanya: ‘Kemudian siapa?’ Rasulullah saw. bersabda: ‘Kemudian ayahmu’ “ (HR Bukhari dalam Kitab Etika, hadis no. 5514)[2]

Tidak ada komentar: